Recent Post
10.21.2010

Indonesia Nasionalisme Konyol

Sebelum 1853 Jepang adalah negara yang sangat tertutup dan diperintah dengan cara yang sangat feodalistik. Modernisasi Jepang berawal dari hadirnya angkatan laut Amerika dibawah Laksamana Perry. Waktu itu Jepang sadar bahwa ada kekuatan lain jauh lebih besar dari mereka, Restorasi Meiji membuat Jepang melangkah jauh kedepan terutama dibidang pendidikan, mereka belajar cara barat, mengirim orang-orang Jepang untuk belajar ke luar negeri.

Hari ini, tidak hanya Jepang, yang lain misalnya, seperti Korea Selatan, China,
Korea Utara. Mereka ini suka atau tidak suka, sedikit atau banyak jelas terpengaruh cara pandang dan teknologi barat yang disesuaikan untuk kepentingan mereka. Hanya saja Jepang yang moderen, Jepang yang barat tetap menjadi Jepang, Korea Selatan yang pro AS tetap Korea, Kim Jong-un pewaris dinasti Korea Utara yang belajar di Swiss, tetap sebagai "Kim" yang Korea. Israel berhasil membakar semangat kebangsaan mereka berdasarkan sejarahnya bahkan menjadi keyakinan pada diri mereka. Barangkali pada tahun 1000 atau 1500 bangsa ini sudah banyak dilupakan, boleh jadi pada jaman itu orang akan bilang benda apa itu Israel ? banyak variabel untuk sukses dalam diaspora, tapi hemat saya mereka telah berhasil membakar semangat kebangsaan.

Bagaimana dengan di Indonesia ?
Beberapa tahun yang lalu petinggi Indonesia, dalam kunjungannya ke China terkagum kagum dengan bendungan Dujiangyan "Saya sangat kagum pada bendungan ini. Ini menunjukkan bahwa manusia dan alam bisa bersatu untuk membangun dan menyejahterakan manusia."
Bendungan itu terdiri dari tiga bagian utama, cabang tanggul air Yu Zui (mulut ikan), alur limpahan Feishan, dan mulut pengaliran air Baopingkou.
Suasana di sekitar bendungan terlihat Klenteng Fulong, Klenteng Yulei, Kuil Erwang, Kuil Lingyan, Taman Lidui, Taman Gunung Yulei, dan jembatan Anlan. ia juga mengagumi penataan taman di sekitar Dujiangyan. Selain bunga-bunga yang mulai bersemi, kebersihan yang terjaga serta penataan air yang bagus membuat taman sepertinya asri. "Pak Bungaran, seharusnya kita mampu juga membuat taman-taman seperti ini."

Dalam pandangan saya kalau hanya sekedar taman tentu saja Indonesia mampu membuatnya, ini bukan bukan soal bendungan dan bukan hanya soal taman, tapi soal semangat China. Apakah Indonesia mempunyai semangat yang sama ? Usia irigasi Dujiangyan sendiri sekitar 2.250 tahun, dan masih ada sampai hari ini, artinya semangat China sudah ada sejak lama dan terus dijaga sampai sekarang.

Dujiangyan
Dujiangyan

Petinggi Indonesia yang lain mengatakan:
"I love the United States, with all its faults. I consider it my second country..." "Saya mencintai Amerika Serikat, dengan segala kesalahan-kesalahannya. Saya menganggap Amerika Serikat sebagai negeri ke-dua saya."
(http://english.aljazeera.net/archive/2004/07/20084913557888718.html)
(http://www.time.com/time/world/article/0,8599,1909590,00.html)

Sementara pada kesempatan lain berteriak-teriak heroik tentang semangat Indonesia. Apakah ini bukan "nasionalisme konyol" ? kalau bukan, tolong bantu saya beri arti yang pantas !

Ada pandangan pada sebagian besar orang di Indonesia, bahwa untuk kondisi saat ini, senang atau tidak senang, baik langsung maupun tidak secara langsung kalau ingin terpilih dan menjadi Presiden di Indonesia harus ada sinyal hijau dari Amerika Serikat. Tanpa ini bisa dipastikan langkah awal menuju kekalahan untuk meraih kursi Presiden. Kalau seandainya kabar ini adalah benar, apakah perlu untuk mencurahkan perasaan hati sedemikian mendalam dan gamblang seperti ini ?

Waktu krisis ekonomi hebat di Indonesia pada 1998, banyak petinggi di Indonesia yang membuat pernyataan, "cinta produk dalam negeri", "tukar dolar dengan rupiah," apakah ini membawa dampak yang hebat seperti di Korea Selatan ? tentu saja tidak, bahkan hampir dibilang banyak yang tidak perduli, semua menyelamatkan dirinya sendiri-sendiri, kenapa bisa ? bagaimana anda bisa diajak untuk mencintai produk Indonesia sementara mereka sendiri pulang sambil menikmati mobil terbaru buatan Jerman. Apakah tidak boleh ? tentu saja boleh, tapi bukankah ini paradox ?
untuk apa kata-kata bombastis kalau bertentangan ?

Beberapa tahun lalu, saya lupa tepatnya, seorang sahabat saya baru pulang jalan-jalan dari Inggris, tanpa lewat agen perjalanan, lalu dia cerita, "wah sepertinya London kota termahal di dunia, saya menghabiskan 100 juta rupiah, hanya untuk lebih kurang satu bulan tinggal disana". Saya tidak berkomentar karena saya tidak tahu kota termahal di dunia apa dan berapa biaya hidup di London, tapi dalam pandangan saya sepertinya perbandingan ini kurang lengkap. Supaya lengkap semestinya dia harusnya tahu kira-kira berapa penghasilan kelas pekerja yang paling bawah, kemudian apakah cukup untuk membiayai hidupnya sebulan ? dan bandingkan dengan pekerjaan yang sama di Indonesia misalnya, begitulah kira-kira pandangan saya yang sederhana. Tentu saja bekerja di Indonesia kemudian membelanjakan uang di negara yang lebih maju pasti akan terasa mahal, idealnya dia harus bekerja disana dan belanja disana baru terasa murah.

Contoh-contoh diatas tentang kekaguman Dujiangyan, pernyataan mencintai Amerika, dan cerita tentang perjalanan sahabat saya di London adalah sebagai gambaran bagaimana pandangan kebanyakan orang Indonesia, tidak semua, mungkin hanya beberapa orang Indonesia terhadap luar negeri yang saya anggap sebagai "nasionalisme konyol" dan "perbandingan yang konyol". Tentu saya bisa memahami mereka walaupun perkataannya seolah-olah hanya sekedar rasa kekaguman, saya orang Indonesia, bicara bahasa Indonesia. Mengerti bahasa berarti mengerti cara berpikir bahkan lebih jauh lagi pandangan mereka tentang hidup dan mati !

Kenapa bisa terjadi seperti itu ? tidak perlu kagum karena memang filosofinya berbeda. Mereka sudah membayar mahal untuk ini ! Tidak cukup hanya sekedar rasa kagum. Anda pasti sudah tahu bagaimana kerasnya mereka, berapa jam kerja disana ? kenapa sedikit yang memakai produk luar ? apakah produk luar di Jepang dan Korea Selatan tidak ada ? tentu saja ada.

Dua artikel sebelumnya Denuklirisasi Korea Utara dan Dinasti Kim adalah sebagai pengantar untuk tulisan ini, saya tidak yakin "pesan" dalam dua artikel itu akan bisa sampai dengan sederhana, saya bukan mau menunjukan bagaimana Korea Utara membangun nuklir, tapi lebih dari itu, adalah gambaran tentang semangat Asia. Jepang, China dan Korea Selatan, Korea Utara, mereka adalah hampir sama terutama filosofi dan budaya.

Tidak hanya bicara uang, kalau hanya uang semua orang tahu pentingnya uang, tetangga saya yang berusia 12 tahun-pun tahu uang adalah jaminan keamanan, bisa untuk melakukan eksplorasi bahkan bisa dipakai untuk melakukan invasi, barangkali banyak orang yang lupa, yang tidak kalah pentingnya adalah semangat yang timbul secara rela dari hati yang paling dalam.

Seperti Gandhi tidak punya uang tapi dia berhasil membakar semangat ahimsa, dan sukses dalam penerapannya pada semua bidang kehidupan, terutama politik..
Perang masa depan saya kira tidak terlalu perlu untuk perang fisik, tapi lebih besar dari itu adalah perang peradaban dan sekarang sedang berlangsung ...

Related Posts


2 comments:

The Provider said...

menarik tulisannya. sepertinya kita punya interest yang sama.

kapan2 main ke blog saya ya :)
http://nasionalis.me

h8 said...

Thnx udah mampir